Perbanka Syariah masih memunculkan kesan seperti halnya bank konvensional atau riba yang berganti baju.
Kesan perbankan syariah yang masih mirip dengan bank konvensional tidak terlepas dari strategi dalam proses islamisasi perbankan (konvensional).
Secara umum, strategi islamisasi perbankan ini ada dua. Pertama adalah melakukan koreksi terhadap perbankan konvensional dengan prinsip meneliti hal-hal yang terlarang di perbankan konvensional dan menggantikannya dengan yang dihalalkan. Pendekatan inilah yang selama ini diterapkan di Indonesia.
Hal-hal yang dinilai dilarang di bank konvensional seperti riba, spekulasi, dan gharar ditiadakan dan digantikan dengan akad baru. Di sisi lain, investasi di bank syariah dikoreksi dan diseleksi hanya pada sektor-sektor yang dihalalkan.
Dari perspektif syariah Islam, strategi ini didasarkan pada kaidah fiqh bahwa segala bentuk muamalah pada dasarnya adalah dibolehkan kecuali yang jelas dilarang oleh syariah. Namun demikian, strategi ini membawa implikasi pada beberapa hal. Pertama, perbankan syariah cenderung melakukan imitasi terhadap perbankan konvensional. Perbedaan baru dapat dilihat pada desain kontrak yang digunakan.
Kedua, bank syariah akan dijadikan sebagai bank alternatif bank konvensional. Artinya, bank syariah cenderung menawarkan produk atau jasa yang identik dengan bank konvensional sehingga bank syariah diperlakukan oleh masyarakat/nasabah sebagai bank alternatif. Ketiga, bank syariah akan diposisikan sebagai saingan bank konvensional, karena masing-masing menghadapi pasar nasabah yang identik.
Implikasinya bank syariah cenderung untuk memberikan nilai plus dari bank konvensional. Nilai plus inilah yang tidak mudah dipahami oleh masyarakat sebagai pembeda. Misalnya ketika bank syariah menawarkan kredit murabahah dengan marjin yang ditetapkan di muka dan tidak berubah selama kontrak lebih mudah dipahami oleh nasabah dengan istilah flat-rate. Hal ini yang kemudian mengesankan kredit murabahah mirip dengan bunga.
Strategi kedua yang bisa dilakukan untuk islamisasi bank adalah dengan memposisikan bank syariah sebagai keunikan layanan yang diberikan Islam kepada umat manusia. Sebagai rahmatani lil alamin, Islam harus mampu melayani seluruh umat manusia nilai kemanfaatan yang lebih. Keunikan syariah Islam perlu digali dan diterjemahkan ke dalam bentuk produk dan layanan perbankan syariah.
Bank syariah tidak perlu semata memposisikan diri sebagai pesaing perbankan konvensional. Karakteristik yang diperlukan oleh bank syariah harus selalu dikaitkan dengan nilai-nilai keislaman, seperti beretika, pendekatan yang komprehensif, realistis dan humanis. Dibandingkan dengan pendekatan pertama yang lebih market driven, pendekatan kedua ini lebih mission driven.
Inovasi produk dilakukan melalui penggalian nilai-nilai Islam, bukan ‘meniru’ produk konvensional. Diharapkan pendekatan ini akan berimplikasi menjadikan bank syariah sebagai produk pelengkap.
Semoga para umat muslim di Negri ini semakin peduli pada kemajuan Ekonomi Syariah, mengurangi praktek riba dan maju bersama Ekonomi Syariah.
Kesan perbankan syariah yang masih mirip dengan bank konvensional tidak terlepas dari strategi dalam proses islamisasi perbankan (konvensional).
Secara umum, strategi islamisasi perbankan ini ada dua. Pertama adalah melakukan koreksi terhadap perbankan konvensional dengan prinsip meneliti hal-hal yang terlarang di perbankan konvensional dan menggantikannya dengan yang dihalalkan. Pendekatan inilah yang selama ini diterapkan di Indonesia.
Hal-hal yang dinilai dilarang di bank konvensional seperti riba, spekulasi, dan gharar ditiadakan dan digantikan dengan akad baru. Di sisi lain, investasi di bank syariah dikoreksi dan diseleksi hanya pada sektor-sektor yang dihalalkan.
Dari perspektif syariah Islam, strategi ini didasarkan pada kaidah fiqh bahwa segala bentuk muamalah pada dasarnya adalah dibolehkan kecuali yang jelas dilarang oleh syariah. Namun demikian, strategi ini membawa implikasi pada beberapa hal. Pertama, perbankan syariah cenderung melakukan imitasi terhadap perbankan konvensional. Perbedaan baru dapat dilihat pada desain kontrak yang digunakan.
Kedua, bank syariah akan dijadikan sebagai bank alternatif bank konvensional. Artinya, bank syariah cenderung menawarkan produk atau jasa yang identik dengan bank konvensional sehingga bank syariah diperlakukan oleh masyarakat/nasabah sebagai bank alternatif. Ketiga, bank syariah akan diposisikan sebagai saingan bank konvensional, karena masing-masing menghadapi pasar nasabah yang identik.
Implikasinya bank syariah cenderung untuk memberikan nilai plus dari bank konvensional. Nilai plus inilah yang tidak mudah dipahami oleh masyarakat sebagai pembeda. Misalnya ketika bank syariah menawarkan kredit murabahah dengan marjin yang ditetapkan di muka dan tidak berubah selama kontrak lebih mudah dipahami oleh nasabah dengan istilah flat-rate. Hal ini yang kemudian mengesankan kredit murabahah mirip dengan bunga.
Strategi kedua yang bisa dilakukan untuk islamisasi bank adalah dengan memposisikan bank syariah sebagai keunikan layanan yang diberikan Islam kepada umat manusia. Sebagai rahmatani lil alamin, Islam harus mampu melayani seluruh umat manusia nilai kemanfaatan yang lebih. Keunikan syariah Islam perlu digali dan diterjemahkan ke dalam bentuk produk dan layanan perbankan syariah.
Bank syariah tidak perlu semata memposisikan diri sebagai pesaing perbankan konvensional. Karakteristik yang diperlukan oleh bank syariah harus selalu dikaitkan dengan nilai-nilai keislaman, seperti beretika, pendekatan yang komprehensif, realistis dan humanis. Dibandingkan dengan pendekatan pertama yang lebih market driven, pendekatan kedua ini lebih mission driven.
Inovasi produk dilakukan melalui penggalian nilai-nilai Islam, bukan ‘meniru’ produk konvensional. Diharapkan pendekatan ini akan berimplikasi menjadikan bank syariah sebagai produk pelengkap.
Semoga para umat muslim di Negri ini semakin peduli pada kemajuan Ekonomi Syariah, mengurangi praktek riba dan maju bersama Ekonomi Syariah.
Komentar
Posting Komentar